Laman

Wednesday, November 28, 2012

Perubahan Sosial Di Abad Ke 20


Perubahan Sosial Di Abad Ke 20
            Berakhirnya Perang Dunia II diikuti perubahan-perubahan sosial besar di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Selatan dimana mayoritas masyarakat hidup. Akibatnya, muncul berbagai teori mengenai perubahan-perubahan di negara-negara yang diberi berbagai julukan seperti ”Masyarakat-masyarakat Dunia Ketiga”, ”Negara-negara Terkebelakang”, ”Negara-negara Sedang Berkembang”, atau ”Negara-negara Selatan”.
            Gidden mengemukakan bahwa proses peningkatan kesalingtergantungan masyarakat dunia yang dinamakannya globalisasi ditandai oleh kesenjangan besar antara kekayaan dan tingkat hidup masyarakat industri dan masyarakat Dunia Ketiga. Selain itu ia mencatat tumbuh dan berkembangnya negara-negara industri baru, dan semakin meningkatnya komunikasi antar negara sebagai dampak teknologi komunikasi yang semakin canggih.

Teori perubahan sosial pada abad 20 yang terkenal adalah:
1.   Teori Modernisasi
Teori Modernisasi menganggap bahwa negara-negara terbelakang akan menempuh jalan sama dengan negara industri maju di Barat sehingga kemudian akan menjadi negara berkembang pula melalui proses modernisasi. Teori ini berpandangan bahwa masyarakat yang belum berkembang perlu mengatasi berbagai kekurangan dan masalahnya sehingga dapat mencapai tahap ”tinggal landas” ke arah perkembangan ekonomi. Menurut Etzioni-Halevy dan Etzioni transisi dari keadaan tradisional ke modernitas melibatkan revolusi demografi yang ditandai menurunnya angka kematian dan angka kelahiran; menurunnya ukuran dan pengaruh keluarga; terbukanya sistim stratifikasi; peralihan dari stuktur feodal atau kesukuan ke suatu birokrasi; menurunnya pengaruh agama; beralihnya fungsi pendidikan dari keluarga dan komunikasi ke sistem pendidikan formal; munculnya kebudayaan massa; dan munculnya perekonomian pasar dan industrialisasi.
2.   Teori Ketergantungan
      Menurut teori ketergantungan yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman negara Amerika Latin bahwa perkembangan dunia tidak merata; negara-negara industri menduduki posisi dominan sedangkan negara-negara Dunia Ketiga secara ekonomi tergantung padanya. Perkembangan negara-negara industri dan keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga, menurut teori ini, berjalan bersamaan: di kala negara-negara industri mengalami perkembangan, maka negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kolonialisme, khususnya di Amerika Lain, tidak mengalami ”tinggal landas” tetapi justru menjadi semakin terkebelakang.
3.   Teori Sistem Dunia
      Teori yang dirumuskan Immanuel Wallerstein mengatakan bahwa perekonomian kapitalis dunia tersusun atas tiga jenjang: negara-negara inti, negara-negara semi-periferi, dan negara-negara periferi. Negara-negara inti terdiri atas negara-negara Eropa Barat yang sejak abad 16 mengawali proses industrialisasi dan berkembang pesat, sedangkan negara-negara semi- periferi merupakan negara-negara di Eropa Selatan yang menjalin hubungan dagang dengan negara-negara inti dan secara ekonomis tidak berkembang. Negara-negara periferi merupakan kawasan Asia dan Afrika yang semula merupakan kawasan ekstern karena berada di luar jaringan perdagangan negara-negara inti tetapi kemudian melalui kolonisasi ditarik ke dalam sistem dunia. Kini negara-negara inti (yang kemudian mencakup pula Amerika Serikat dan Jepang) mendominasi sistem dunia sehingga mampu memanfaatkan sumberdaya negara lain untuk kepentingan mereka sendiri, sedangkan kesenjangan yang berkembang antara negara-negara inti dengan negara-negara lain sudah sedemikian lebarnya sehingga tidak mungkin tersusul lagi.

PERUBAHAN SOSIAL DI ASIA TENGGARA

            Kemajemukan masyarakat di Asia Tenggara telah memunculkan berbagai konsep dan teori yang dilandaskan pada pengalaman khas berbagai masyarakat Asia. Hans-Dieter Evers menyunting berbagai tulisan dan merangkumnya menjadi konsep dual societies, plural societies dan involution.


Dual Societies
            Menurut Bocke dalam masyarakat Timur, kapitalisme bersifat merusak – ikatan-ikatan komunis melemah, dan taraf hidup masyarakat menurun – karena telah mengakibatkan terjadinya ekonomi dualistis. Dalam masyarakat dualistis dijumpai sejumlah antitesis, yaitu pertentangan antara (1) faktor produksi pada masyarakat Barat yang bersifat dinamis dan masyarakat pribumi di pedesaan yang bersifat statis, (2) masyarakat perkotaan (orang Barat) dengan masyarakat pedesaan (orang Timur), (3) ekonomi uang dan ekonomi barang, (4) sentralisasi administrasi dan lokalisasi, (5) kehidupan yang didominasi mesin (masyarakat Barat) dan didominasi kekuatan alam (masyarakat Timur), dan (6) perekonomian produsen dan perekonomian konsumen.
            Menurut Evers, ciri dualistis adalah adanya masyarakat yang terkebelakang yang hidup berdampingan dengan masyarakat maju.

Plural Societies
            Furnivall memberikan contoh pada masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia terdiri atas sejumlah tatanan sosial yang hidup berdampingan tetapi tidak berbaur, namun menurutnya kelompok Eropa, Cina dan pribumi saling melekat laksana kembar siam dan akan hancur bilamana dipisahkan.
            Menurut Evers konsep ini bisa dikembangkan dan diuji pada masyarakat lain.

Involution
            Menurut Geertz pengaruh kapitalisme Barat terhadap masyarakat pedesaan di Jawa tidak menghasilkan perubahan secara evolusioner, melainkan suatu proses yang dinamakan involusi. Penetrasi kapitalisme Barat terhadap sistem sawah di Jawa membawa kemakmuran di Barat tetapi mengakibatkan suatu proses ”tinggal landas” berupa peningkatan jumlah penduduk pedesaan. Ternyata kelebihan penduduk ini dapat diserap sawah melalui proses involusi, yaitu suatu kerumitan berlebihan yang semakin rinci yang memungkinkan tiap orang tetap menerima bagian dari panen meskipun bagiannya memang menjadi semakin mengecil.
            Konsep Geertz ini banyak digunakan oleh ilmuwan sosial lain. Armstrong dan Terry McGee mengaitkan konsep involusi dengan sistem pasar di daerah perkotaan Dunia Ketiga, yang senantiasa mampu menyerap tenaga kerja. Evers (1974) lebih mengaitkan konsep involusi dengan perubahan struktural di daerah perkotaan; meskipun penduduk bertambah, namun kurang terjadi diferensiasi sosial.




No comments:

Post a Comment