Laman

Friday, April 19, 2013

Civil Society



Pengertian Masyarakat Sipil (civil society)
Istilah “civil society” masih menjadi perdebatan baik secara terminologis maupun etimologis. Beberapa kalangan akademisi di Indonesia, menterjemahkan kata “civil society” sebagai “masyarakat madani” (Nurcholish Madjid, 1999; Dawam Rahardjo, 1999), “masyarakat warga” (Lembaga Etika Atmajaya, 1997), dan “masyarakat sipil” (Mansour Fakih, 1996).
Harus diakui, konsep civil society dipahami dari perspektif yang berbeda-beda dan hal itu merupakan perkembangan yang dinamis sesuai dengan konteks, setting, ideologi dan kepentingan setiap subjek (INCIS, 2002). Dalam pendekatan Hegelian, penekanannya lebih pada pentingnya kelas menengah dan pemberdayaannya, khususnya pada sektor ekonomi, bagi pembangunan civil society yang kuat. Sementara itu dalam perspektif Gramscian penguatan civil society sebagai alat untuk menghadapi hegemoni ideologi negara. Civil society adalah sebuah arena tempat para intelektual organik dapat menjadi kuat yang tujuannya adalah mendukung upaya melakukan perlawanan terhadap hegemoni negara. Dalam pendekatan Tocquevellian, penguatan civil society lebih menekankan pada penguatan organisasi-organisasi dan asosiasi independen dalam masyarakat dan melakukan inkubasi budaya keadaban (civic culture) untuk membangun jiwa demokrasi.
Terlepas dari beragamnya pendekatan dalam memahami civil society, sepertinya relevan untuk mengemukakan definisi  civil society menurut Alfred Stepan (1988) :
... arena where manifold social movement (such as neighborhood associations, women’s groups, religious groupings, and intellectual currents) and civic organization from all classes (such as lawyers, journalist, trade union, and enterpreneurs) attempt to constitute themselves in an ensemble of arrangements so that they can express themselves and advance their interest.
Dari definisi Stepan ini, sesungguhnya secara eksplisit mengisyaratkan bahwa civil society bukan sekedar arena di luar negara yang berusaha untuk mengartikulasikan kepentingan mereka, tetapi juga ada kesadaran secara horizontal dari kelompok masyarakat untuk menghimpun dirinya dalam asosiasi dan organisasi sukarela bekerjasama dalam bingkai keteraturan (ensemble of arrangement). Hal ini dikemukakan pula oleh AS. Hikam (1996), bahwa civil society adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain: kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-supporting), kemandirian tinggi “berhadapan” dengan negara, dan keterikatan tinggi dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya.

No comments:

Post a Comment