Teori tentang asal mula atau teori
terbentuknya Negara dapat dilihat dari dua segi, yakni : (a) teori yang
bersifat spekulatif, dan (2) teori yang bersifat evolusi.
a) Teori yang Bersifat Spekulatif
Teori yang bersifat spekulatif, meliputi
antara lain : teori teokratis, teori perjanjian masyarakat, dan teori kekuatan/
kekuasaan.
1. Teori Teokrasi (ketuhanan) menurut teori
ketuhanan, segala sesuatu di dunia ini adanya atas kehendak ALLOHU Subhanahu
Wata’ala, sehingga negara pada hakekatnya ada atas kehendak ALLOH. Penganut
teori ini adalah Fiedrich Julius Stah, yang menyatakan bahwa negara tumbuh
secara berangsur-angsur melalui proses bertahap mulai dari keluarga menjadi
bangsa dan negara.
2. Teori perjanjian masyarakat. Dalam teori
ini tampi tiga tokoh yang paling terkenal, yaitu Thomas Hobbes, John Locke dan
J.J. Rousseau. Menurut teori ini negara itu timbul karena perjanjian yang
dibuat antara orang-orang yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu sama
lain tanpa ikatan kenegaraan. Perjanjian ini diadakan agar kepentingan bersama
dapat terpelihara dan terjamin, supaya ”orang yang satu tidak merupakan
binatang buas bagi orang lain” (homo homini lupus, menurut Hobbes). Perjanjian
itu disebut perjanjian masyarakat (contract social menurut ajaran Rousseau).
Dapat pula terjadi suatu perjanjian antara daerah jajahan, misalnya :
Kemerdekaan Filipina pada tahun 1946 dan India pada tahun 1947.
3. Teori kekuasaan/ kekuatan. Menurut teori
kekuasaan/kekuatan, terbentuknya negara didasarkan atas kekuasaan/kekuatan,
misalnya melalui pendudukan dan penaklukan.
Ditinjau dari teori kekuatan, munculnya
negara yang pertama kali, atau bermula dari adanya beberapa kelompok dalam
suatu suku yang masing-masing dipimpin oleh kepala suku (datuk). Kemudian
berbagai kelompok tersebut hidup dalam suatu persaingan untuk memperebutkan
lahan/wilayah, sumber tempat mereka mendapatkan makanan. Akibat lebih jauh
mereka kemudian berusaha untuk bisa mengalahkan kelompok saingannya. Adagium
thomas Hobbes yang menyatakan ”Bellum Omnium Contra Omnes” semua berperang
melawan semua, kiranya tepat sekali untuk memotret kondisi mereka dalam
persaingan untuk memperebutkan sesuatu. Kelompok yang terkalahkan kemudian
harus tunduk serta wilayah yang dimilikinya diduduki dan dikuasai oleh sang
penakluk, dan demikian seterusnya.
No comments:
Post a Comment