Pola Perubahan Sosial
Pola
Linier
Menurut
Etzioni-Halevy dan Etzioni (1973) perkembangan masyarakat
mengikuti suatu pola yang pasti. Contoh yang diberikan Etzioni-Halevy dan Etzioni
adalah karya Comte dan Spencer yang menyatakan bahwa kemajuan
progresif peradaban manusia mengikuti suatu jalan yang alami, pasti, sama, dan
tak terelakkan.
Teori
”Hukum Tiga Tahap” yang dikemukakan Comte
menyatakan bahwa sejarah memperlihatkan adanya tiga tahap yang dilalui
peradaban. Pada tahap pertama yang diberinya nama tahap Teologis dan Militer, Comte melihat bahwa semua hubungan
sosial bersifat militer; masyarakat senantiasa bertujuan menundukkan masyarakat
lain. Semua konsepsi teoritis dilandaskan pada pemikiran mengenai
kekuatan-kekuatan adikodrati. Pengamatan dituntun oleh imajinasi; penelitian
tidak dibenarkan.
Tahap
ke dua, tahap Metafisik dan Yuridis, merupakan tahap antara yang menjembatani
masyarakat militer dengan masyarakat industri. Pengamatan masih dikuasai
imajinasi tetapi lambat laun semakin merubahnya dan menjadi dasar bagi
penelitian.
Pada
tahap ke tiga dan terakhir, tahap Ilmu Pengetahuan dan Industri, industri
mendominasi hubungan sosial dan produksi menjadi tujuan utama masyarakat. Imajinasi telah digeser oleh pengamatan
dan konsepsi-konsepsi teoritis telah bersifat positif.
Dari
apa yang telah dikemukakan Comte tersebut—perubahan yang pasti, serupa, tak
terelakkan, dapat kita lihat bahwa pandangannya mengenai perubahan sosial
bersifat unilinear.
Pemikiran
uniliniear kita jumpai pula dalam karya Spencer.
Spencer mengemukakan bahwa struktur
sosial berkembang secara evolusioner dari struktur yang homogen menjadi
heterogen. Perubahan struktur berlangsung dengan diikuti perubahan fungsi. Suku
yang sederhana bergerak maju secara evolusioner ke arah ukuran lebih besar,
keterpaduan, kemajemukan, dan kepastian sehingga terjelma suatu bangsa yang
beradab.
Pola
Siklus
Pola
Siklus menekankan bahwa masyarakat berkembang bagai roda: kadang di atas,
kadang di bawah. Pandangan Etzioni-Halevy
dan Etzioni memandang bahwa kebudayaan
tumbuh, berkembang dan kemudian lenyap; ataupun laksana tahap perkembangan
seorang manusia – melewati masa muda, masa dewasa, masa tua, dan akhirnya punah
-.
Pareto mengemukakan bahwa dalam tiap
masyarakat terdapat dua lapisan. Lapisan bawah atau non-elite dan lapisan atas
atau elite, yang terdiri atas kaum aristokrasi dan terbagi lagi dalam dua
kelas: elite yang berkuasa dan elite yang tidak berkuasa. Menurut Pareto aristokrasi senantiasa akan
mengalami transformasi; sejarah menunjukkan bahwa aristokrasi hanya dapat
bertahan untuk jangka waktu tertentu saja dan akhirnya akan pudar untuk
selanjutnya diganti oleh suatu aristokrasi baru yang berasal dari lapisan
bawah. Sejarah, menurut Pareto,
merupakan tempat pemakaman bagi aristokrasi. Aristokrasi yang menempuh segala
upaya untuk mempertahankan kekuasaan akhirnya akan digulingkan melalui gerakan
dengan disertai kekerasan atau revolusi.
Pareto mengacu pada pengalaman
kaum aristokrasi di Yunani, Romawi dan sebagainya.
Gabungan
dari beberapa pola
Beberapa
ahli melakukan penggabungan pola yang ada. Etzioni-Halevy
dan Etzioni memberikan contoh tentang
teori konflik Karl Marx. Pandangan Karl Marx
menyatakan bahwa sejarah manusia merupakan sejarah perjuangan terus- menerus
antara kelas-kelas dalam masyarakat sebenarnya mengandung benih pandangan
siklus karena setelah suatu kelas berhasil menguasai kelas lain menurutnya
siklus serupa akan berulang lagi. Ramalannya mengenai masyarakat komunis pun
mengandung pemikiran siklis, karena masyarakat komunis yang didambakan Marx merupakan masyarakat yang menurut Marx pernah ada sebelum adanya
feodalisme dan kapitalisme – masyarakat yang tidak mengenal pembagian kerja,
yang di dalamnya konflik diganti dengan kerjasama. Namun dalam pemikiran Marx kita pun menjumpai pemikiran
linear: menurutnya perkembangan pesat kapitalisme akan memicu konflik antara
kaum buruh dengan kaum borjuis yang akan dimenangkan kaum buruh yang kemudian
akan membentuk masyarakat komunis. Pandangan Marx mengenai perkembangan linear pun tercermin dari pandangannya
bahwa negara jajahan Barat pun akan melalui proses yang telah dialami
masyarakat Barat.
Etzioni-Halevy dan Etzioni memberi contoh lain pemikiran Max Weber yang dinilai mengandung pemikiran siklus yaitu
pembedaannya antara tiga jenis wewenang: karismatis, rasional-legal dan
tradisional. Weber melihat bahwa
wewenang yang ada dalam masyarakat akan beralih-alih: wewenang kharismatis akan
mengalami rutinitas sehingga beralih menjadi wewenang tradisional atau
rasio-legal; kemudian akan muncul lagi wewenang kharismatis, yang diikuti
dengan rutinisasi; dan seterusnya. Di lain pihak, Weber pun melihat adanya perkembangan linear dalam masyarakat,
yaitu semakin meningkatnya rasionalitas.
No comments:
Post a Comment