INDONESIAKU
“Biar saja ku tak sehebat
matahari tapi slaluku coba tuk
menghangatkanmu. Biar saja ku tak setegar batu karang, tapi selalu ku coba tuk melindungimu.” Itulah
mottoku yang akan selalu kupegang sebagai panduan hidup untuk membanggakan
negaraku, Negara Indonesia. Motto itu sering kugunakan untuk memacu semangatku
saat waktu latihan untuk kompetisi boxing. Namaku adalah Pandu Prostar, aku
sekolah di SMA School Before University. Sekolahku ini adalah sekolah bertaraf
internasional dan termasuk sekolah favorit di wilayahku. Walaupun aku tidak
berprestasi di bidang akademik tetapi aku telah mengahumkan nama sekolah
beberapa kali dalam turnamen boxing kebanggaanku ini.
Seperti biasa aku bergegas berlari menuju ke sekolah, jam
arloji yang berada di tanganku sudah menunjukan pukul 06.55. Aku terus berpikir
kenapa aku selalu bangun kesiangan padahal alarm di hpku sudah ku aktivkan.
Sesampai di sekolah, halaman sekolah sudah sepi yang menandakan kelas sudah
dimulai. Aku berlari menuju ke kelas sambil berharap bahwa guruku belum datang
ke ruang kelas. Saat didepan kelas aku langsung masuk karena ku mengira bahwa
guru belum masuk kelas. Ternyata Pak Sureboningrat guru Bahasa Jawa sudah masuk
ke kelas. Sambil malu aku maju kekelas menemui Pak Rebo untuk meminta maaf,
untungnya aku dimaafkan dan langsung disuruh duduk. Aku langsung saja duduk di
tempat biasa.
“Hei, kamu selamat kali ini, untung gurunya Pak Rebo” Rifad
Suara uitu mengagetkanku, karena yang ku tahu sahabat ku
yang bernama Rifad ini sedang berada di Jakarta untuk mengikuti kompetisi OSN
Matematika tingkat nasional. Temanku yang satu ini memang pintar, dia sangat
unggul dibidang akademik daripada teman temannya yang lain.
“Kamu dah balik fad? Gimana lombanya?”
“Ayo main tebak tebakan, aku menang nggak?
“Sepertinya sih menang, ekspresimu aja kaya gitu.”
“Bener”
Sudah tidak mengejutkan lagi Rifad memenangkan lomba OSN
tersebut, kepintaraanya sudah menyebar ke berbagai daerah. Dan juga dia
memiliki motto yang hampir sama denganku yaitu” Biar saja ku tak seharum bunga mawar, tapi
slalu kucoba tuk mengharumkanmu. Biar saja ku tak seelok
langit sore, tapi slalu kucoba tuk mengindahkanmu” Motto itulah yang selalu
membuat Rifad bersemangat untuk memenangkan lomba agar dia bisa mengharumkan
nama Bangsa Indonesia di kanca internasional. Ia juga ingin memperindah nama Indonesia
di telinga orang orang asing.
Jam pelajaran pun berakhir, bel sekolah menandakan kemenangan sebagian
siswa berkumandang dengan indahnya. Aku dan Rifad keluar dari gerbang sekolah
sambil bercakap cakap.
“Habis ini mau kemana kau fad?”
“Habis ini aku mau pulang ganti baju terus balik ke sekolah lagi untuk
pelatihan Olimpiade tingkat Internasional.”
“Ha? Udah mau lomba lagi kamu? Apa nggak capek?”
“Mau nggak mau harus gini, lombanya tinggal 1 bulan lagi.”
“Satu bulan lagi? Itu hampir bersamaan dengan kompetisi internasional
boxing”
“Kalau begitu bagus, kita bisa berjuang bersama demi Indonesia”
Akhirnya kita saling berpisah di perempatan jalan. Setelah pulang aku dan Rifad
masing masing menuju ke tempat latihan. Rifad pergi ke sekolah kembali
sedangkan aku menuju ke tempat latihan boxing.
Keesokan harinya di halaman sekolah, “ Hei, kalian jangan berkelahi, disini
bukan tempat untuk berkelahi, jika ingin berkelahi carilah tempat lain jangan
di sekolah” kata Rifad, mencoba untuk melerai perkelahian antara ku dan Steven.
“
Dia dulu yang ngajek berantem, bisa bisanya dia bilang kalau solo itu seperti
cow, bagaimana aku nggak marah?” kataku
“
Apa benar begitu eee…?” Tanya Rifad
“ Steve namaku Steve, I’m
Australian. Aku di transfer from my country yesterday. And I did not say that
solo is cow but I said that solo is crowded” Jelas Steven
“
Kamu gimana sih Ndu? dia bilang crowded (ramai) bukan cow (sapi)” Rifad menjelaskan apa yang
dikatakan oleh Steve.
“ Maaf aku kan nggak semahir kamu
dalam bahasa inggris, aku kan mahirnya dibidang bela diri boxing” kataku.
“ kamu said boxing? I can boxing
too”
Bunyi bel tanda masuk berbunyi, Rifad dan aku pergi
bersama ke kelas sedangkan Steve sendirian tertinggal dibelakang kami. Kami saling beercanda gurau sambil berjalan menuju
ke kelas kami yaitu kelas XI-12. Setibanya di kelas kami menuju ke bangku kami masing
masing yang memang bersebelahan.
“ Jam pertama ini apa?” Tanyaku
“ Bahasa Inggris, hari ini ulangan
lho. Kamu dah…”
“ Apa? Ulangan? Aduuuh… aku belum
belajar sama sekali, gimana nih? Aku nyontek kamu ya Fad” kataku kaget dan memohon
“ Enak aja, aku susah susah belajar.
Enaknya kamu minta dicontekin, berdoa aja soalnya gampang semua.” Kata Rifad tak mau membantu.
“ Kamu kok gitu…”
“ Eh, gurunya datang”
Guru bahasa inggris yang terkenal
killer ini bernama Bu Jandayani. Setelah masuk ke kelas, dia menyuruh ketua
kelas untuk memimpin teman temannya untu berdoa. Kemudian ketua kelas
menyiapkan dan memimpin doa. Setelah itu ketua kelas mengakhiri doa dan kembali
duduk. Bu Jandayani si guru killer pun duduk ditempatnya.
“ Anak anak, kalian ingatkan apa
yang ibu katakan pada pelajaran sebelumnya bahwa hari ini kita akan ulangan?”
kata Bu Jandayani dengan sok lembut
“ Enggak bu, ibu nggak pernah
bilang” Semua siswa serempak menjawab
“ HARI INI HARUS ULANGAN!” bentak Bu
Jandayani sambil memukulkan penggaris di meja.
Semua siswa terdiam
“ Tetapi sebelum itu, kalian akan
mendapatkan teman baru”
Kemudian Bu killer itu melambaikan
tangan ke luar kelas, menandakan bahwa dia sedang menyuruh seseorang untuk
masuk ke kelas. Dan masuklah seorang bule yang sepertinya pernah ku lihat. Ya
memang benar dia adalah Steve, orang yang hampir saja dihajar oleh ku. Bu Jandayani killer
itu menyuruh Steve untuk memperkenalkan diri. Dia langsung memperkenalkan
dirinya dengan bahasa Indonesia bercampur bahasa Inggris yang sanggat janggal
untuk didengar dengan angkuhnya, yang sepertinya membuat Rifad mengerti mengapa diriku sangat membencinya
dan hampir saja menghajarnya habis habisan. Ketika Steve selesai memperkenalkan
diri, Bu Jandayani yang sekarang sok lembut seperti menjaga image nya itu
mempersilahkan duduk si bule angkuh itu.
“
Ayo anak-anak keluarkan kertas kalian untuk ulangan, waktu ulangan hanya 30
menit saja dan soalnya berjumlah 60.” Kata bu killer
Semua
siswa pun mengeluarkan kertasnya, sedangkan Bu Jandayani mulai membagikan
kertas soal ulangan kepada semua siswa. Bagi Rifad sih soal ulangan ini
nggak susah susah banget, tetapi bagi ku soal ini bagaikan soal yang tak
pernah akan terpecahkan seumur hidupnya. Aku berpikir bahwa Rifad memikirkan ini
saat melihatku “Aku
sebenernya kasihan tapi kalo aku bantu sama saja aku membunuh temen baikku
sendiri. “
30
menit berlalu
“
WAKTU HABIS! Anak anak ayo kumpulkan kertas ulangan kalian!”
Semua
murid langsung saja mengumpulkan kertas ulangan mereka tak peduli sudah selesai
maupun belum, mereka tak berani menentang sang guru killer ini.
“
Kita akan langsung cocokkan” sambil membagi kertas ulangan kepada siswa yang
berbeda namanya.
Setelah
semuanya terbagi, si guru killer itu pun memulali menulis jawaban ulangan tadi
di papan tulis, Rifad melihatku dengan kasihan karna aku khawatir dengan
nilai yang akan kudapat, Rifad sih optimis nilainya akan paling bagus sekelas.
Bukannya sok tahu, tetapi itu sudah terbukti dalam pelajaran bahasa inggris
nilainya
selalu yang terbaik.
“
Saya akan membacakan nilai ulangan kalian” Bu killer itu mulai membacakan
nilai, memang ternyata nilai Rifad 98. Siapa yang akan mengalahkan
nilai sebagus nilainya. Bu Jandayani sudah membacakan nilai sampai yang terakhir
yaitu si bule angkuh itu, dan ternyata nilainya adalah 100, nilai yang sangat
mengejutkan bagiku juga Rifad. Memang benar dia orang asing yang keseharianya ngomong pakai
bahasa inggris, tapi bagaimana bisa dia mengalahkan Rifad.
“
Ya itulah nilai kalian, dan untuk Rifad dan Pandu, kalian dipanggil
oleh kepala sekolah di ruanganya.”
Kami
berdua langsung saja pergi ke ruang kepala sekolah, sebenarnya kami tidak
penasaran kenapa kami berdua dipanggil kepala sekolah. Setibanya di depan ruang
kepala sekolah kami langsung mengetuk pintu, dan dipersilahkan masuk oleh kepala
sekolah yang bernama Bapak Dudamanto.
“
Silahkan duduk” kata Bapak Dudamanto dengan ramah. Kami berdua duduk di depan
Pak Dudamanto yang baik ini berbeda dengan Bu Jandayani.
“
Kalian tahu kan, kenapa kalian dipanggil kemari?”
“
Tau Pak” Jawab kami serempak
Kami
berdua dipanggil oleh Pak Dudamanto karena kami adalah siswa terpilih, Rifad adalah pemenang
olimpiade matematika tingkat Nasional dan 1 bulan lagi akan mengikuti olimpiade
matematika tingkat Internasional. Sedangkan aku adalah pemenang bela diri
boxing Nasional yang akan bertanding di kejuaraan dunia boxing 1 bulan
lagi juga..
“
Kalian sudah bersiapkan? Dan untuk Pandu, saya punya lawan latih tanding buat
kamu, yaitu Steve, dia adalah wakil dari Australia untuk kejuaraan boxing.
Kami
berdua terkejut, ternyata Steve adalah wakil boxing Australia. Kami bertiga
pergi ketempat latihan boxing di sekolah, di sana Steve dan aku akan berlatih
tanding. Sesampai di sana kami langsung berlatih setelah bersiap siap. Dan yang tak kalah
mengejutkan adalah aku kalah telak melawan Steve angkuh dari Australia itu.
“
So, This your ability, aku dissopointed sama kamu. Ternyata Indonesian is not
strong, but only stupid cow.” Ejek Steve.
“
Apa kamu bilang!!”
“
Tenang ndu, kamu hanya perlu mbuktikan pada kejuaraan aja” Rifad berusaha menenangkanku
1
bulan
kemudian.
Aku
ditemani
Rifad
ke Singapore, tempat di mana kejuraan boxing dunia berlangsung sekaligus tempat
olimpiade akan berlangsung 4 hari lagi.
Saat
pertandingan aku berhasil melaju ke semifinal dengan mudah, tetapi di
semifinal aku akan melawan Steve. Aku akan menghadapi orang yang
telah mengalahkanku dengan mudah pada sesi lawan tanding dulu.
Di
ring
“
Aku nggak akan kalah dengan mudah, saat ini aku memikul nama Indonesia, nama
bangsaku. Aku akan mengharumkan nama negaraku” kata ku bersemangat
“
Let see later” kata Steve
Bunyi
bel berdering, bertanda pertandingan dimulai. aku mengambil start dengan mencoba
memukul kepala Steve, tetapi Steve dengan cekatan menghindar. Setelah
menghindar Steve meluncurkan beberapa pukulan di bagian perut, untung saja hanya
2 pukulan yang kuterima karena pukulan lainnya berhasil kublok. Steve
meluncurkan lagi pukulan di bagian kepala, kali ini pukulanya kena telak. Dan aku terjatuh.
“
It is right, kau too weak, with this aku win” kata Steve senang
“
Tunggu dulu aku belum kalah, aku masih bisa” kata ku sambil bangkit
Aku bangkit dan berhasil berdiri lagi
“
Aku nggak akan kalah, karena aku membawa nama baik Indonesia, demi nama
baik para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan.”
Aku berlari menuju ke Steve, lalu ku luncurkan tinju ke bagian perut Steve. Steve
sedikit tertunduk, pada kesempatan itu ku luncurkan uppercut yang
mengenai kepala Steve. Steve langsung terjatuh dan tak bisa melanjutkan
pertandingan.
Dengan
uppercut tadi aku berhasil memenangkan pertandingan tadi dan menuju ke final.
Sayangnya di final aku harus kalah oleh wakil dari China yang bernama Chin Odla Duk.
Tetapi aku
telah membuktikan bahwa memikul nama Indonesia bisa membuat diriku lebih kuat dengan
mengalahkan Steve yang dulu telah mengalahkanku dengan telak. Aku telah mengharumkan
nama Indonesia dengan mendapatkan perak di kejuaraan bergengsi itu.
4
hari kemudian…
Sekarang
giliran Rifad untuk mengharumkan nama Indonesia di kanca Internasional.
Tetapi yang ku harap dia bisa mengerjakan dan berusaha semaksimal mungkin untuk nama bangsa. Dan
ternyata aku
terkejut bahwa nama Rifad berada di pemilik nilai tertinggi, sehingga ia mendapatkan emas
untuk Indonesia. Betapa senangnya aku dan Rifad bisa mengharumkan bangsa Indonesia. Sungguh
bangga ketika bendera Indonesia berkibar tinggi. Aku dan Rifad berjanji akan
mempertahankan bendera Indonesia tetap berkibar di ujung tiang tertinggi di Indonesia.
Karya: ARIF ADI NUGROHO