Wednesday, November 28, 2012
PERUBAHAN SOSIAL
Dalam hidup bermasyarakat, dinamika masyarakat selalu terjadi, Salah satu bentuk dinamika masyarakat adalah perubahan sosial. Norma dijadikan sebagai pedoman perilaku. Akan tetapi, orang tidak dapat terus-menerus berpedoman pada satu norma saja. Pertama, individu itu dinamis (cenderung berkembang dan berubah), antara lain karena bertambahnya usia, semakin tingginya pendidikan, bertambahnya pengalaman, dan adanya peristiwa-peristiwa traumatik atau yang memuaskan. Kedua, lingkunganpun berubah (dengan ditemukannya ilmu pengetahuan dan teknologi serta semakin canggihnya sarana komunikasi, dan lain-lain). Misal, dulu belum ada keluarga berencana, telepon genggam dan faksimil, televisi, pesawat terbang, dan wanita yang bersekolah sekarang semuanya sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Salah satu penelitian mengenai perubahan norma mengungkapkan bahwa dulu masalah khitan tidak pernah dipersoalkan, tetapi sekarang diperdebatkan dari sudut agama, kesehatan, hak asasi anak, dan sebagainya (Aldeeb, 1994). Penelitian lain juga mengungkapkan bahwa lulusan wanita dari Radcliff College, AS, angkatan 1964 lebih meragukan peran wanita dalam perkawinan daripada lulusan wanita angkatan 1947 dari college yang sama (Stewart & Ostrove, 1993).
Dalam kehidupan sehari-hari perubahan norma dapat kita lihat, misalnya dalam peningkatan usia perkawinan, hubungan pria-wanita yang lebih longgar dan semakin serba boleh, kecepatan maksimum kendaraan di jalan raya (dulu 60 km, sekarang 100 km), semakin banyaknya jabatan yang dapat diisi oleh wanita, dan berbagai perubahan peraturan dalam tata-niaga, perbankan dan perekonomian, perubahan peraturan pemakaian radio amatir.
Perubahan-perubahan norma itu, yang semula berawal dari perubahan individu, pada gilirannya juga berpengaruh kembali pada perubahan individu itu sendiri. Jadi, perubahan sosial pada hakikatnya adalah kombinasi antara perubahan individu dan perubahan norma. Pendapat dan temuan para pakar mengenai hubungan antara perubahan individu dan perubahan sosial ini antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Smelser & Smelser (1990), perubahan sosial terjadi di berbagai tingkat, mulai dari tingkat pribadi, tingkat keluarga, lingkungan kecil sampai bangsa dan dunia. Tiap tahap ditandai oleh interaksi antara perubahan pribadi dan perubahan lingkungan. Kita harus mempelajari keduanya dan interaksi antar keduanya untuk dapat memperkenalkan perubahan sosial. Misalnya, wanita mengusahakan peningkatan derajat melalui berbagai proses dan kelompok. Mulai dari usaha pribadi (melarikan diri dari rumah, bersekolah, dan sebagainya), melibatkan wanita-wanita lain (organisasi wanita), sampai melibatkan organisasi-organisasi sosial, politik, keagamaan, pendidikan, organisasi campuran laki-perempuan, dan sebagainya (Mome, 1991).
2. Ibu-ibu muslim di Inggris, walaupun mereka sendiri tidak sempat mengecap pendidikan tinggi, mengusahakan agar anak-anak perempuan mereka mendapat pendidikan yang lebih tinggi dari mereka sendiri (Osler & Hussain,1995).
3. Di Ghana (Afrika), Islam merupakan jembatan dari pengobatan tradisional ke pengobatan modern (Barat) karena masyarakat mengidentifikasikan diri pada Islam dan Islam memperkenalkan pengobatan modern (Kirby, 1993).
4. Keluarga-keluarga muslim di Malaysia, berada dalam konflik antara nilai-nilai adat, Islam, Cina, India, dan Eropa di lingkungan mereka sendiri (Kling, 1995).
5. Dalam keadaan ragu atau kehilangan pedoman atau identitas diri diperlukan discounting, yaitu pengabaian ciri-ciri kelompok walaupun masih mempertahankan identitas kelompoknya melalui hal-hal berikut:
a. Paksaan: misalnya harus tetap Islam walaupun ikut KB (pada masyarakat tertentu ciri Islam adalah tidak setuju KB).
b. Pengecualian: dalam keadaan darurat boleh dilakukan sesuatu yang lazimnya dilarang, misalnya boleh ber-KB karena keadaan darurat walaupun Islam tetap melarangnya.
c. Pengingkaran (denial): mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an dan hadis untuk membuktikan bahwa Islam pro-KB, tidak anti-KB.
d. Penyembunyian (concealment): menyembunyikan hal-hal yang mendukung bahwa Islam anti-KB.
6. Dalam proses perubahan ini diperlukan pemimpin yang kuat untuk mempertahankan integrasi kelompok selama masa peralihan (Pestello, 1991). Di pihak lain, pemimpin yang kuat tidak berarti pemimpin yang terlalu ketat, kaku, dan otoriter. Kendali yang terlalu kuat dari pemimpin dalam menghadapi perubahan sosial dapat menyebabkan anggota kelompok berontak seperti yang terjadi pada anak-anak remaja yang memberontak pada orang tuanya yang terlalu keras (Franklin & Steeter, 1992).
7. Prinsip untuk menjaga keutuhan dan stabilitas kelompok untuk jangka panjang dalam menghadapi perubahan sosial dan perubahan norma-norma yang terlalu cepat adalah harus selalu terbuka untuk negosiasi dengan anggota-anggota kelompok. Pendekatan yang terlalu menekankan pada nostalgia dan tradisional (upacara, ritual, kebiasaan, kenang-kenangan, dan lain-lain) harus diimbangi dengan pemberian kesempatan pada setiap individu untuk memilih alternatifnya sendiri (Settees, 1993).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment