KARANGANYAR
Sejarah
Proses historis terbentuknya kabupaten karanganyar dimulai dari pemerintahan desa yanga kecil , yang terbentuk pada masa perjuangan raden mas said, pada tahun 1741-1757. Ketika itu raden mas said yang dikenal sebagai pangeran sambernyawa menjadikan beberapa daerah sebagai pusat perlawanan terhadap belanda. Daerah-daerah tersebut adalah daerah nglaroh. Daerah sembuyan, dan daerah matesih , yang selanjutnya menjadi titik sejarah dan awal dari proses pertumbuhan perintahan.
Berdasarkan staatsblad nomor 30 tahun 1847, tanggal 5 juni 1847, kabupaten anom(onderregent) karanganyar terbentuk , bersam-sama dengan dibentuknya 2 (dua) kabupaten anom lain , yaitu kabupaten anom wonogiri dan anom malangjiwan , yang berada dalam wilayah pemerintahan kadipaten mangkunagaran . Dalam pelaksaan pemerintahannya , pada setiap kabupaten anom , termasuk pada kabupaten anom karanganyar dibentuk kantor urusan pemerintahan , kantor urusan pengadilan, kantor urusan kepolisian , dan kantor urusan perkebunan.
Pada tahun 1917, dengan rijksblad mangkunegaran nomor 37 dibentuk 2 (dua) kabupaten , yaitu : kabupaten karanganyar dan kabupaten wonogiri . Dan pada tanggal 18 november 1917 , kanjeng gusti pangeran arya mangkunegara vii melantik krmt . Hardjo hasmoro sebagai bupati karanganyar.
Dalam kurun waktu tahun 1917-1930 di kabupaten karanganyar telah terjadi pergantian bupati sebanyak 2 (dua) kali, yang berarti dalam kurun waktu 1917-1930 tersebut, ada 3 (tiga) orang bupati yaitu krmt,hardjohasmoro,rmt.sarwoko mangoenkoesoemo , dan rmt .darko soegondo.
Berdasarkan rijksblad mangkunagaran nomor 10 tahun 1923 , kabupaten karanganyar dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah kawedanan, yaitu :
1.kawedanan karanganyar
2.kawedanan karangpandan
3.kawedanan jumapolo
dalam 3 (tiga) kawedanan tersebut terdapat 14 (empat belas) wilayah kapanewon/kecamatan , yaitu:
1.kapanewon karanganyar
2.kapanewon tasikmadu
3.kapanewon jaten
4.kapanewon kebakkramat
5.kapanewon mojogedhang
6.kapanewon karangpandan
7.kapanewon matesih
8.kapanewon tawangmangu
9.kapanewon ngargoyoso
10.kapanewon kerjo
11.kapanewon jumapolo
12.kapanewon tugu(sekarang jumantono)
13.kapanewon jatipuro
14.kapanewon jatiyoso
Dalam kurun waktu tahun 1917-1930 di kabupaten karanganyar telah terjadi pergantian bupati sebanyak 2 (dua) kali, yang berarti dalam kurun waktu 1917-1930 tersebut, ada 3 (tiga) orang bupati yaitu krmt,hardjohasmoro,rmt.sarwoko mangoenkoesoemo , dan rmt .darko soegondo.
Berdasarkan rijksblad mangkunagaran nomor 10 tahun 1923 , kabupaten karanganyar dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah kawedanan, yaitu :
1.kawedanan karanganyar
2.kawedanan karangpandan
3.kawedanan jumapolo
dalam 3 (tiga) kawedanan tersebut terdapat 14 (empat belas) wilayah kapanewon/kecamatan , yaitu:
1.kapanewon karanganyar
2.kapanewon tasikmadu
3.kapanewon jaten
4.kapanewon kebakkramat
5.kapanewon mojogedhang
6.kapanewon karangpandan
7.kapanewon matesih
8.kapanewon tawangmangu
9.kapanewon ngargoyoso
10.kapanewon kerjo
11.kapanewon jumapolo
12.kapanewon tugu(sekarang jumantono)
13.kapanewon jatipuro
14.kapanewon jatiyoso
Setelah proklamasi kemerdekaan terjadi reorganisasi pemerintahan daerah di indonesia . Tiga kapanewon yang sebelumnya tidak termasuk wilayah kabupaten karanganyar, setelah proklamasi kemerdekaan dimasukkan ke dalam wilayah kabupaten karanganyar . Tiga kapanewon tersebut adalah kapanewon malangjiwan (sekarang kecamatan colomadu) , kapanewon kaliyoso (sekarang gondangrejo), dan kapanewon jenawi . Sejak saat itu maka wilayah kabupaten karnangayar menjadi 17 (tujuh bekas) kapanewon/kecamatan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses terbentuknya pemerntahan kabupaten karanganyar dimulai dari pemerintahan desa yang terbentuk pada masa perjuangan rm said (1941-1957) , kemudian dibentuknya kabupaten anom pada tanggal 5 juni 1847 , diikuti dengan dibentuknya kabupaten karanganyar pada tanggal 18 november 1917.
Dangan peraturan daerah tingkat ii karanganyar nomor 20 tahun 1998 tentang hari jadi jadi kabupaten karanganyar , maka hari jadi kabupaten karanganyar ditetapkan pada tanggal 18 november 1917.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses terbentuknya pemerntahan kabupaten karanganyar dimulai dari pemerintahan desa yang terbentuk pada masa perjuangan rm said (1941-1957) , kemudian dibentuknya kabupaten anom pada tanggal 5 juni 1847 , diikuti dengan dibentuknya kabupaten karanganyar pada tanggal 18 november 1917.
Dangan peraturan daerah tingkat ii karanganyar nomor 20 tahun 1998 tentang hari jadi jadi kabupaten karanganyar , maka hari jadi kabupaten karanganyar ditetapkan pada tanggal 18 november 1917.
PARIWISATA DI KARANGANYAR
1. GUNUNG LAWU
Membicarakan tentang Gunung Lawu tentunya tak pernah bisa lepas dari cerita tentang tiga puncak yang dimilikinya, yakni puncak Hargo Dumilah, puncak Hargo Dalem, dan puncak Hargo Dumiling. Ketiga puncak Gunung Lawu tersebut menyimpan cerita dan misteri tersendiri. Cerita tersebut bermula pada jaman pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Pamungkas di Kerajaan Majapahit. Pada waktu itu istri Sang Prabu yang bernama Dara Petak melahirkan seorang putra yang bernama Raden Fatah.
Berbeda dengan ayahnya yang memeluk agama Buddha, setelah dewasa Raden Fatah memilih untuk memeluk agama Islam dan mendirikan kerajaan di Glagah Wangi (Demak). Melihat hal tersebut Sang Prabu menjadi gundah. Beliau pun melakukan meditasi guna memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa. Dalam semedinya Sang Prabu mendapatkan wangsit bahwa cahaya Kerajaan Majapahit akan memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke Kerajaan Demak.
Setelah mendapat wangsit tersebut Sang Prabu ditemani Sabdopalon bergegas meninggalkan keraton secara diam-diam menuju Gunung Lawu. Di tengah perjalanan menuju puncak mereka bertemu dengan dua kepala dusun yang bernama Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Kedua orang tersebut mengiringi langkah Sang Prabu menuju ke puncak Hargo Dalem. Sebelum moksa di Hargo Dalem, Sang Prabu mengangkat Dipa Menggala sebagai penguasa Gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib yang ada di daerah tersebut. Sedangkan Wangsa Menggala diangkat sebagai patih dengan gelar Kyai Jalak.
Singkat cerita Sang Prabu moksa di Hargo Dalem dan Sabdopalon moksa di Hargo Dumiling. Sedangkan Dipa Menggala dan Wangsa Menggala karena kesetiaan dan kesempurnaan ilmunya berubah menjadi mahluk gaib dan melaksanakan amanat Prabu hingga saat ini. Oleh karena itu, hingga saat ini Gunung Lawu menjadi salah satu tempat sakral dan pusat kegiatan spiritual di tanah Jawa. Gunung Lawu juga memiliki hubungan yang erat dengan tradisi budaya Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta.
Gunung dengan tinggi 3.265 m dpl ini mempunyai iklim subtropis. Pada siang hari bertemperatur sedang, pada malam hari menjadi dingin. Curah hujan sangat rendah dan semakin ke puncak iklimnya semakin kering. Gunung Lawu merupakan gunung yang bermedan terbuka dan minim pohon. Selepas Pos V, medan terbuka hanya ditumbuhi oleh rerumputan dan semak. Beberapa tumbuhan yang ada di Gunung ini adalah rumput ilalang, edelweis, pohon pinus, akasia, dan tanaman liar. Saat terbaik untuk melakukan pendakian ke puncak Gunung Lawu adalah pada saat malam atau dini hari ketika cuaca cerah di bulan Juni, Juli, atau Agustus.
Gunung yang terletak di arah timur laut Kota Solo ini terkenal memiliki pemandangan yang indah. Selain itu, ada beberapa obyek wisata yang cukup terkenal di lerengnya, seperti Telaga Sarangan dan Tawangmangu. Jika dilihat dari Kota Solo, gunung ini tampak seperti raksasa yang sedang tidur terlentang. Gunung Lawu sangat populer di Jawa karena keberadaanya yang terkait erat dengan Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta serta legenda dan mitos yang melingkupinya. Oleh karena itu, bagi para pendaki yang akan mendaki gunung ini harus menaati semua peraturan yang ada dan tidak boleh bertindak sembrono.
Setiap tanggal 1 Suro (kalender Jawa) banyak orang yang berbondong-bondong datang ke tempat ini untuk melakukan ritual Suran dan ngalap berkah atau sekedar berziarah. Mereka akan mengunjungi tempat-tempat yang dianggap keramat di gunung ini. Tempat-tempat tersebut antara lain: Goa Sikolong-kolong yang terletak tidak jauh dari Pos V jalur Cemoro Kandang, Kompleks Hargo Dalem, Sendang Drajat, dan petilasan Bung Karno. Oleh karena itu, janganlah heran jika suatu saat Anda berkesempatan mendaki Gunung Lawu, Anda akan bertemu orang-orang yang mendaki namun dengan perlengkapan dan peralatan yang sangat berbeda dengan pendaki pada umumnya. Sebab, tujuan utama mereka bukanlah mendaki melainkan berziarah ataupun bersemedi.
Di Gunung Lawu terdapat dua jalur utama pendakian, yakni jalur Cemoro Sewu dan jalur Cemoro Kandang. Keduanya hanya berjarak sekitar 200 meter. Jalur Cemoro Sewu adalah jalur hutan sama seperti jalur pendakian pada umumnya, dengan jalur ini Anda dapat mendaki ke puncak lebih cepat dibandingkan lewat jalur Cemoro Kandang. Sedangkan jalur Cemoro Kandang relatif lebih mudah dilalui karena jalurnya terbuat dari batu-batu yang sudah tertata rapi.
Keunikan Gunung Lawu yang lain adalah adanya kawah di bagian pinggang gunung dan bukan di daerah puncak. Kawah ini bisa dilihat dari jalan setapak rute Cemoro Kandang. Sedangkan di kawasan Hargo Dalem terdapat sebuah hamparan padang yang ditumbuhi perdu. Hamparan luas ini sering disebut sebagai alun-alun Hargo Dalem dan merupakan bekas kawah yang sudah mati, biasanya para pendaki mendirikan tenda atau mengadakan upacara di tempat ini. Di kawasan ini kita bisa melihat ke arah puncak maupun lembah dibawahnya. Sedangkan di puncak Hargo Dalem terdapat titik trianggulasi yang memungkinkan kita untuk melihat pemandangan yang sangat menawan. Selain menyaksikan matahari terbit kita dapat melihat puncak Gunung Merapi dan Merbabu di arah barat, dan di arah timur akan terlihat puncak Gunung Kelud, Gunung Butak, dan Gunung Wilis.
Di Gunung Lawu juga terdapat petugas yang menjaga kelestarian lingkungan serta membantu para pendaki yang memerlukan informasi tentang seluk beluk Gunung Lawu. Mereka biasa disebut sebagai Anak Gunung Lawu (AGL). Mereka adalah orang-orang yang memiliki kepedulian khusus terhadap konservasi alam, sekaligus sebagai pengelola gerbang pedakian. Jika terjadi kecelakaan atau ada pendaki yang tersesat dan hilang, dengan tanggap mereka akan segera mengkoordinir tim SAR untuk melakukan penyelamatan. Oleh karena itu, bisa dibilang sistem pendakian di Gunung Lawu sudah terorganisir dengan baik.
Gunung Lawu terletak di daerah perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Secara geografis termasuk dalam Kabupaten Karanganyar dan sebagian masuk dalam Kabupaten Magetan.
Untuk mendaki Gunung Lawu ada dua pilihan gerbang pendakian yang bisa Anda coba. Jika Anda berangkat dari arah Surabaya, Anda sebaiknya mendaki melalui Desa Cemoro Sewu yang terletak di Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa timur. Dari Surabaya Anda dapat menggunakan bus umum menuju Madiun, kemudian dilanjutkan ke Magetan. Dari Magetan Anda dapat naik colt jurusan Sarangan dan berhenti di Cemoro Sewu.Dari gerbang pendakian Cemoro Sewu Anda akan melawati 5 pos, yaitu: Pos I Wesen-wesen (2.203 m dpl), Pos II Watu Gedeg (2.589 m dpl), Pos II Watu Gede (2.787 m dpl), Pos IV Watu Kapur (3.099 m dpl), dan Pos V Jolo Tundo (3.177 m dpl). Sekitar 10 menit perjalanan dari pos V Anda akan sampai ke Sendang Drajat. Jika Anda tidak ingin bermalam di tempat ini Anda dapat berjalan terus melewati punggungan bukit. Setelah kurang lebih 30 menit perjalanan Anda akan menemukan pertigaan, yang ke kiri menuju puncak Hargo Dumilah (3.265 m dpl), sedangkan yang ke kanan menuju Hargo Dalem (3.148 m dpl).
Bagi Anda yang berangkat dari arah Yogyakarta dan Jawa Tengah, Anda dapat naik bis ke arah Solo. Dari Solo Anda melanjutkan perjalanan ke Tawangmangu, lalu naik colt jurusan Sarangan dan turun di Desa Cemoro Kandang. Jalur yang dimulai dari Desa Cemoro Kandang ini juga melewati 5 pos, yaitu: Pos I Taman Sari Bawah (2.237 m dpl), Pos II Taman Sari Atas (2.499 m dpl), Pos III Penggik (2.586 m dpl), Pos IV Cokrosuryo, dan Pos V Perapatan. Pos V merupakan satu-satunya pos di Cemoro Kandang yang tidak mempunyai bangunan pondok.
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendaki melalui jalur Cemoro Kandang sekitar 8-9 jam, dan untuk turun memerlukan waktu 5-6 jam. Sedangkan jalur Cemoro Sewu membutuhkan waktu 6-7 jam untuk mendaki, dan 4-5 jam untuk turun.
No comments:
Post a Comment