Laman

Tuesday, May 17, 2011

SISTEM EKSKRESI PISCES

Sistem Ekskresi pada Pisces
Sistem eksresi ikan seperti juga pada vertebrata lain, yang mempunyai banyak fungsi antara lainuntuk regulasi kadar air tubuh, menjaga keseimbangan garam dan mengeliminasi sisa nitrogenhasil dari metabolisme protein. Alat pengeluaran ikan terdiri dari:
•Insang yang mengeluarkan CO2 dan H2O
•Kulit ; kelenjar kulitnya mengeluarkan lendir sehingga tubuhnya licin untuk memudahkan gerak di dalam air.
•Sepasang ginjal (sebagian besar) yang mengeluarkan urine.
Berkembang dua tipe ginjal pada ikan, yaitu;
•Pronefros,
Ginjal pronefros adalah yang paling primitif, meski terdapat pada perkembangan
embrional sebagian besar ikan, tetapi saat dewasa tidak fungsional, fungsinya akan
digantikan oleh mesonephros. Perkecualian pada ikan‘hagfish’(Myxine) dan lamprey.
•Mesonefros
Ginjal ikan bertipe mesonefros, berfungsi seperti opistonefros pada embrio emniota.
Keduanya mirip, perbedaan prinsip adalah kaitannya dengan sistem peredaran darah, tingkat
kompleksitas, dan pada efisiensinya. Jumlah glomerulus ikan air tawar lebih banyak dan
diameternya lebih besar dibandingkan dengan ikan laut.
Ikan beradaptasi terhadap lingkungannya dengan cara khusus. Terdapat perbedaan adaptasi
antara ikan air laut dan ikan air tawar dalam proses eksresi. Keduanya memiliki cara yang
berlawanan dalam mempertahankan keseimbangan kadar garam di dalam tubuhnya.
Air garam cenderung menyebabkan tubuh terdehidrasi, sedangkan pada kadar garam rendah
dapat menyebabkan naiknya konsentrasi garam tubuh. Ginjal ikan harus berperan besar untuk
menjaga keseimbangan garam tubuh. Beberapa ikan laut memiliki kelenjar eksresi garam pada
insang, yang berperan dalam mengeliminasi kelebihan garam. Ginjal berfungsi untuk menyaring
sesuatu yang terlarut dalam air darah dan hasilnya akan dikeluarkan lewat korpus renalis.
Tubulus yang bergulung berperan penting dalam menjaga keseimbangan air. Hasil yang hilang
pada bagian tubulus nefron, termasuk air dan yang lain, diabsorpsi lagi ke dalam aliran darah.
Korpus renalis lebih besar pada ikan air tawar daripada ikan air laut, sehingga cairan tubuh tidak
banyak keluar karena penting untuk menjaga over dilusi (agar cairan tubuh tidak terlalu encer).
Elasmobranchii, tidak seperti kebanyakan ikan air laut, memiliki korpus renalis yang besar dan
mengeluarkan air relatif banyak, seperti pada ikan air tawar. Bangunan seperti kantung kemih
pada beberapa jenis ikan hanya untuk penampung urine sementara, dan umumnya hanya berupa
perluasan dari bagian akhir duktus ekskretori.

SISTEM EKSKRESI INVERTEBRATA

SISTEM EKSKRESI PADA INVERTEBRATA
•    Sistem ekskresi invertebrata berbeda dengan sistem ekskresi pada vertebrata.
•    Invertebrata belum memiliki ginjal yang berstruktur sempurna seperti pada vertebrata. Pada umumnya, invertebrata memiliki sistem ekskresi yang sangat sederhana, dan sistem ini berbeda antara invertebrata satu dengan invertebrata lainnya.
•    Alat ekskresinya ada yang berupa saluran Malphigi, nefridium, dan sel api. Nefridium adalah tipe yang umum dari struktur ekskresi khusus pada invertebrata.
Sistem Ekskresi Protozoa
•    Pada protozoa, pengeluaran sisa-sisa metabolisme melalui membran sel secara difusi.
•    Protozoa mempunyai organel ekskresi berupa vakuola berdenyut ( vakuola kontraktif ) yang bekerja secara periodik serta berperan mengatur kadar air dalam sel.
•    Sewaktu mengeluarkan air sisa-sisa air ikut dikeluarkan.
Sistem Ekskresi Porifera
•    Pada porifera, pengeluaran sisa metabolisma berlangsung secara difusi, dari sel tubuh ke epidermislalu dari epidermis ke lingkungan hidupnya yang berair.
•    Porifera mempunyai sistem saluran air yang berfungsi untuk memasukkan dan mengeluarkan air yang mengandung zat makanan, oksigen, dan sisa metabolisme.
•    Menurut Saluran airnya Porifera dibedakan menjadi 3 tipe:                  
•    Acson, Sicon dan Leucon ( Rhagon )
Ascon
•     air masuk melalui ostium menuju ke spongocoel dan kemudian keluar melalui oskulum.
Sicon
•     air masuk melalui ostium menuju ke saluran radial, baru masuk ke spongocoel dan keluar melalui oskulum
Leucon (Rhagon)
•    air masuk melalui ostium menuju rongga-rongga bulat yang saling berhubungan, kemudian menuju ke spongocoel dan keluar


Sistem Ekskresi Coelentrata
•    Pada coelentrata pengambilan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida dilakukan oleh seluruh permukaan tubuhnya secara difusi.
•    D  emikian pula pengeluaraan sisa-sisa metabolisme dilakukan secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh.
•    Mulut berfungsi untuk menelan makanan dan mengeluarkan sisa makanan karena coelentrata tidak memiliki anus.
Sistem Ekskresi Molussca
•    Pernapasan mollusca darat dengan rongga mantel berpembuluh darah yang berfungsi sebagai paru-paru, sedangkan mollusca air dgn insang.
•    Udara masuk dan keluar rongga mantel melalui pori-pori respirasi pada mantel
•    Air yang masuk dan keluar rongga mantel akan melalui sifon (corong).
•    Organ ekskresinya berupa sepasang nefridia.
•    Nefridia atau sering di sebut metanefridium berperan sebagai ginjal.
•    Metanefridum mengekskresikan sisa makanan yang berbentuk cair.
Sistem Ekskresi Echinodermata
•    Sistem saluran air dalam rongga tubuhnya disebut ambulakral, sering di sebut sebagai pembuluh air karena pembuluh ini menjadi tempat mengalirnya air masuk dan keluar.
•    Echinodermata bernafas menggunakan paru-paru kulit atau dermal branchiae (paulae)yaitu penonjolan dinding rongga tubuh(selom)
•    Tonjolan ini dilindungi oleh silia dan pediselaria.
•    Pada bagian inilah terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida, ion dan gas antara cairan selom (rongga tubuh) dengan air laut
•    Sisa-sisa metabolisme yang terjadi di dalam sel-sel tubuh akan diangkut oleh amoebacyte (sel-sel ameboid)yang terdapat pada cairan selom ke dermal branchiae untuk selanjutnya dilepas ke luar tubuh.



Sistem Ekskresi Cacing Pipih

•    Cacing pipih mempunyai organ nefridium yang disebut sebagai protonefridium.
•     Protonefridium tersusun dari tabung dengan ujung membesar mengandung silia. Di dalam protonefridium terdapat sel api yang dilengkapi dengan silia.
•    Tiap sel api mempunyai beberapa flagela yang gerakannya seperti gerakan api lilin
•    Air dan beberapa zat sisa ditarik ke dalam sel api.
•    Gerakan flagela juga berfungsi mengatur arus dan menggerakan air ke sel api pada sepanjang saluran ekskresi.
•    .Pada tempat tertentu, saluran bercabang menjadi pembuluh ekskresi yang terbuka sebagai lubang di permukaan tubuh (nefridiofora).
•    Air dikeluarkan lewat lubang nefridiofora ini.
•    Sebagian besar sisa nitrogen tidak masuk dalam saluran ekskresi.
•    Sisa nitrogen lewat dari sel ke sistem pencernaan dan diekskresikan lewat mulut.
•    Beberapa zat sisa berdifusi secara langsung dari sel ke air.
Sistem Ekskresi Anelida
•    Anelida mempunyai organ nefridium yang disebut metanefridium. 
•    Pada cacing tanah yang merupakan anggota anelida, setiap segmen dalam tubuhnya mengandung sepasang metanefridium, kecuali pada tiga segmen pertama dan terakhir.
•    Metanefridium memiliki dua lubang.
•    Lubang yang pertama berupa corong, disebutnefrostom (di bagian anterior) dan terletak pada segmen yang lain.
•    Nefrostom bersilia dan bermuara di rongga tubuh (pseudoselom).
•    Rongga tubuh ini berfungsi sebagai sistem pencernaan.
•    Corong (nefrostom) akan berlanjut pada saluran yang berliku-liku pada segmen berikutnya.
•    B agian akhir dari saluran yang berliku-liku ini akan membesar seperti gelembung.
•    Kemudian gelembung ini akan bermuara ke bagian luar tubuhmelalui pori yang merupakan lubang (corong) yang kedua, disebut nefridiofor.

Sunday, May 8, 2011

WONOGIRI

WONOGIRI

Wonogiri, (bahasa Jawa: wanagiri, secara harfiah "Hutan di Gunung"), adalah sebuah daerah kabupaten di Jawa Tengah. Secara geografis lokasi Wonogiri berada di bagian tenggara Provinsi Jawa Tengah. Bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo, bagian selatan langsung di bibir Pantai Selatan, bagian barat berbatasan dengan Wonosari di provinsi Yogyakarta, Bagian timur berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur, yaitu Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Pacitan. Ibu kotanya terletak di Wonogiri Kota. Luas kabupaten ini 1.822,37 km² dengan populasi 1,5 juta jiwa.

                                                                        SEJARAH

Sejarah terbentuknya Kabupaten Wonogiri tidak bisa terlepas dari perjalanan hidup dan perjuangan Raden Mas Said atau dikenal dengan julukan Pangeran Sambernyawa. Asal kata Wonogiri sendiri berasal dari bahasa Jawa wana (alas/hutan/sawah) dan giri (gunung/ pegunungan). Nama ini sangat tepat menggambarkan kondisi wilayah Kabupaten Wonogiri yang memang sebagian besar berupa sawah, hutan dan gunung.
Pemerintahan di Kabupaten Wonogiri awal mulanya merupakan suatu daerah basis perjuangan Raden Mas Said dalam menentang penjajahan Belanda. Raden Mas Said lahir di Kartasuro pada hari Minggu Legi, tanggal 4 Ruwah 1650 tahun Jimakir, Windu Adi Wuku Wariagung, atau bertepatan dengan tanggal Masehi 8 April 1725. Raden Mas Said merupakan putra dari Kanjeng Pangeran Aryo Mangkunegoro dan Raden Ayu Wulan yang wafat saat melahirkannya.
Memasuki usia dua tahun, Raden Mas Said harus kehilangan ayahandanya karena dibuang oleh Belanda ke Tanah Kaap (Ceylon) atau Srilanka. Hal itu karena ulah keji berupa fitnah dari Kanjeng Ratu dan Patih Danurejo. Akibatnya, Raden Mas Said mengalami masa kecil yang jauh dari selayaknya seorang bangsawan Keraton. Raden Mas Said menghabiskan masa kecil bersama anak-anak para abdi dalem lainnya, sehingga mengerti betul bagaimana kehidupan kawula alit. Hikmah dibalik itulah yang menempa Raden Mas Said menjadi seorang yang mempunyai sifat peduli terhadap sesama dan kebersamaan yang tinggi karena kedekatan beliau dengan abdi dalem yang merupakan rakyat kecil biasa.
Pada suatu saat terjadi peristiwa yang membuat Raden Mas Said resah, karena di Keraton terjadi ketidakadilan yang dilakukan oleh Raja (Paku Buwono II) yang menempatkan Raden Mas Said hanya sebagai Gandhek Anom (Manteri Anom) atau sejajar dengan Abdi Dalem Manteri. Padahal sesuai dengan derajat dan kedudukan, Raden Mas Said seharusnya menjadi Pangeran Sentana.
Melihat hal ini, Raden Mas Said ingin mengadukan ketidakadilan kepada sang Raja, akan tetapi pada saat di Keraton oleh sang Patih Kartasura ditanggapi dingin. Dan dengan tidak berkata apa-apa sang Patih memberikan sekantong emas kepada Raden Mas Said. Perilaku sang Patih ini membuat Raden Mas Said malu dan sangat marah, karena beliau ingin menuntut keadilan bukan untuk mengemis.
Raden Mas Said bersama pamannya Ki Wiradiwangsa dan Raden Sutawijaya yang mengalami nasib yang sama, mengadakan perundingan untuk membicarakan ketidakadilan yang menimpa mereka. Akhirnya Raden Mas Said memutuskan untuk keluar dari keraton dan mengadakan perlawanan terhadap Raja.
Raden Mas Said bersama pengikutnya mulai mengembara mencari suatu daerah yang aman untuk kembali menyusun kekuatan. Raden Mas Said bersama para pengikutnya tiba disuatu daerah dan mulai menggelar pertemuan-pertemuan untuk menghimpun kembali kekuatan dan mendirikan sebuah pemerintahan biarpun masih sangat sederhana. Peristiwa itu terjadi pada hari Rabu Kliwon tanggal 3 Rabiulawal (Mulud) tahun Jumakir windu Sengoro, dengan candra sengkala Angrasa Retu Ngoyag Jagad atau tahun 1666 dalam kalender Jawa. Dan dalam perhitungan kalender Masehi bertepatan dengan hari Rabu Kliwon tanggal 19 Mei 1741 M.
Daerah yang dituju Raden Mas Said waktu itu adalah Dusun Nglaroh (wilayah Kecamatan Selogiri), dan disana Raden Mas Said menggunakan sebuah batu untuk menyusun strategi melawan ketidakadilan. Batu ini dikemudian hari dikenal sebagai Watu Gilang yang merupakan tempat awal mula perjuangan Raden Mas Said dalam melawan ketidakadilan dan segala bentuk penjajahan. Bersama dengan pengikut setianya, dibentuklah pasukan inti kemudian berkembang menjadi perwira-perwira perang yang mumpuni dengan sebutan Punggowo Baku Kawandoso Joyo. Dukungan dari rakyat Nglaroh kepada perjuangan Raden Mas Said juga sangat tinggi yang disesepuhi oleh Kyai Wiradiwangsa yang diangkat sebagai Patih. Dari situlah awal mula suatu bentuk pemerintahan yang nantinya menjadi cikal bakal Kabupaten Wonogiri.
Dalam mengendalikan perjuangannya, Raden Mas Said mengeluarkan semboyan yang sudah menjadi ikrar sehidup semati yang terkenal dengan sumpah “Kawulo Gusti” atau “Pamoring Kawulo Gusti” sebagai pengikat tali batin antara pemimpin dengan rakyatnya, luluh dalam kata dan perbuatan, maju dalam derap yang serasi bagaikan keluarga besar yang sulit dicerai-beraikan musuh. Ikrar tersebut berbunyi “Tiji tibeh, Mati Siji Mati Kabeh, Mukti Siji Mukti Kabeh”. Ini adalah konsep kebersamaan antara pimpinan dan rakyat yang dipimpin maupun sesama rakyat.
Raden Mas Said juga menciptakan suatu konsep manajemen pemerintahan yang dikenal sebagai Tri Darma yaitu :
1. Mulat Sarira Hangrasa Wani, artinya berani mati dalam pertempuran karena dalam pertempuran hanya ada dua pilihan hidup atau mati. Berani bertindak menghadapi cobaan dan tantangan meski dalam kenyataan berat untuk dilaksanakan. Sebaliknya, disaat menerima anugerah baik berupa harta benda atau anugerah lain, harus diterima dengan cara yang wajar. Hangrasa Wani, mau berbagi bahagia dengan orang lain.
2. Rumangsa Melu Handarbeni, artinya merasa ikut memiliki daerahnya, tertanam dalam sanubari yang terdalam, sehingga pada akhirnya pada akhirnya akan menimbulkan perasaan rela berjuang dan bekerja untuk daerahnya. Merawat dan melestarikan kekayaan yang terkandung didalamnya.
3. Wajib Melu Hangrungkebi, artinya dengan merasa ikut memiliki timbul kesadaran untuk berjuang hingga titik darah penghabisan untuk tanah kelahirannya.
Kegigihan Raden Mas Said dalam memerangi musuh-musuhnya sudah tidak diragukan lagi, bahkan hanya dengan prajurit yang jumlahnya sedikit, tidak akan gentar melawan musuh.
Raden Mas Said merupakan panglima perang yang mumpuni, terbukti selama hidupnya sudah melakukan tidak kurang 250 kali pertempuran dengan tidak menderita kekalahan yang berarti. Dari sinilah Raden Mas Said mendapat julukan “Pangeran Sambernyawa” karena dianggap sebagai penebar maut (Penyambar Nyawa) bagi siapa saja musuhnya pada setiap pertempuran.
Berkat keuletan dan ketangguhan Raden Mas Said dalam taktik pertempuran dan bergerilya sehingga luas wilayah perjuangannya meluas meliputi Ponorogo, Madiun dan Rembang bahkan sampai daerah Yogyakarta. Pada akhirnya atas bujukan Sunan Paku Buwono III, Raden Mas Said bersedia diajak ke meja perundingan guna mengakhiri pertempuran.
Dalam perundingan yang melibatkan Sunan Paku Buwono III, Sultan Hamengkubuwono I dan pihak Kompeni Belanda, disepakati bahwa Raden Mas Said mendapat daerah kekuasaan dan diangkat sebagai Adipati Miji atau mandiri bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegoro I. Penetapan wilayah kekuasaan Raden Mas Said terjadi pada tanggal 17 Maret 1757 melalui sebuah perjanjian di daerah Salatiga. Kedudukannya sebagai Adipati Miji sejajar dengan kedudukan Sunan Paku Buwono III dan Sultan Hamengkubuwono I dengan daerah kekuasaan meliputi wilayah Keduwang (daerah Wonogiri bagian timur), Honggobayan (daerah timur laut Kota Wonogiri sampai perbatasan Jatipurno dan Jumapolo Kabupaten Karanganyar), Sembuyan (daerah sekitar Wuryantoro dan Baturetno), Matesih, dan Gunung Kidul.
KGPAA Mangkunegoro I membagi wilayah Kabupaten Wonogiri menjadi 5 (lima) daerah yang masing-masing memiliki ciri khas atau karakteristik yang digunakan sebagai metode dalam menyusun strategi kepemimpinan, yaitu :
1. Daerah Nglaroh (wilayah Wonogiri bagian utara, sekarang masuk wilayah kecamatan Selogiri). Sifat rakyat daerah ini adalah Bandol Ngrompol yang berarti kuat dari segi rohani dan jasmani, memiliki sifat bergerombol atau berkumpul. Karakteritik ini sangat positif dalam kaitannya untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Rakyat di daerah Nglaroh juga bersifat pemberani, suka berkelahi, membuat keributan akan tetapi jika bisa memanfaatkan potensi rakyat Nglaroh bisa menjadi kekuatan dasar yang kuat untuk perjuangan.
2. Daerah Sembuyan (wilayah Wonogiri bagian selatan sekarang Baturetno dan Wuryantoro), mempunyai karakter sebagai Kutuk Kalung Kendho yang berarti bersifat penurut, mudah diperintah pimpinan atau mempunyai sifat paternalistik.
3. Daerah Wiroko (wilayah sepanjang Kali Wiroko atau bagian tenggara Kabupaten Wonogiri sekarang masuk wilayah Kecamatan Tirtomoyo). Masyarakat didaerah ini mempunyai karakter sebagai Kethek Saranggon, mempunyai kemiripan seperti sifat kera yang suka hidup bergerombol, sulit diatur, mudah tersinggung dan kurang memperhatikan tata krama sopan santun. Jika didekati mereka kadang kurang mau menghargai orang lain, tetapi jika dijauhi mereka akan sakit hati. Istilahnya gampang-gampang susah.
4. Daerah Keduwang (wilayah Wonogiri bagian timur) masyarakatnya mempunyai karakter sebagai Lemah Bang Gineblegan. Sifat ini bagai tanah liat yang bisa padat dan dapat dibentuk jika ditepuk-tepuk. Masyarakat daerah ini suka berfoya-foya, boros dan sulit untuk melaksanakan perintah. Akan tetapi bagi seorang pemimpin yang tahu dan paham karakter sifat dan karakteristik mereka, ibarat mampu menepuk-nepuk layaknya sifat tanah liat, maka mereka akan mudah diarahkan ke hal yang bermanfaat.
5. Daerah Honggobayan (daerah timur laut Kota Wonogiri sampai perbatasan Jatipurno dan Jumapolo Kabupaten Karanganyar) mempunyai karakter seperti Asu Galak Ora Nyathek. Karakteristik masyarakat disini diibaratkan anjing buas yang suka menggonggong akan tetapi tidak suka menggigit. Sepintas dilihat dari tutur kata dan bahasanya, masyarakat Honggobayan memang kasar dan keras menampakkan sifat sombong dan congkak serta tinggi hati, dan yang terkesan adalah sifat kasar menakutkan. Akan tetapi mereka sebenarnya baik hati, perintah pimpinan akan dikerjakan dengan penuh tanggungjawab.
Dengan memahami karakter daerah-daerah tersebut, Raden Mas Said menerapkan cara yang berbeda dalam memerintah dan mengendalikan rakyat diwilayah kekuasaannya, menggali potensi yang maksimal demi kemajuan dalam membangun wilayah tersebut. Raden Mas Said memerintah selama kurang lebih 40 tahun dan wafat pada tanggal 28 Desember 1795.
Setelah Raden Mas Said meninggal dunia, kekuasaan trah Mangkunegaran diteruskan oleh putra-putra beliau. Pada masa kekuasaan KGPAA Mangkunegara VII terjadi peristiwa penting sekitar tahun 1923 M yakni perubahan status daerah Wonogiri yang dahulu hanya berstatus Kawedanan menjadi Kabupaten. Saat itu Wedana Gunung Ngabehi Warso Adiningrat diangkat menjadi Bupati Wonogiri dengan pangkat Tumenggung Warso Adiningrat. Akibat perubahan status ini, wilayah Wonogiri pun dibagi menjadi 5 Kawedanan yaitu Kawedanan Wonogiri, Wuryantoro, Baturetno, Jatisrono dan Purwantoro.
Pada saat itu di wilayah kekuasaan Mangkunegaran dilakukan penghematan anggaran keraton dengan menghapuskan sebagian wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar sehingga wilayah Mangkunegaran manjadi dua yaitu Kabupaten Mangkunegaran dan Kabupaten Wonogiri. Ini berlangsung sampai tahun 1946.
Dalam perkembangannya, rakyat Wonogiri pada masa pendudukan Jepang dan tentara sekutu, bersama-sama dengan rakyat Indonesia pada umumnya tidak bisa dilepaskan dari penderitaan dan kekejaman penjajahan. Rakyat Wonogiri bersama dengan rakyat Indonesia tergugah dan bersatu padu melawan segala bentuk penindasan yang dilakukan oleh bangsa Belanda maupun Jepang. Semangat pemuda Wonogiri yang tidak kenal menyerah dan ulet seakan telah menjadi karakter tersendiri dalam berjuang memperbaiki nasib dan taraf kehidupan.
Sejak Republik Indonesia merdeka, tanggal 17 Agustus 1945 sampai tahun 1946 di wilayah Mangkunegaran terjadi dualisme pemerintahan, yaitu Kabupaten Wonogiri masih dalam wilayah monarki Mangkunegaran dan di lain pihak menginginkan Kabupaten Wonogiri masuk dalam sistem demokrasi Republik Indonesia. Timbulah gerakan Anti Swapraja yang menginginkan Wonogiri keluar dari sistem kerajaan Mangkunegaran. Akhirnya disepakati bahwa Kabupaten Wonogiri tidak menghendaki kembalinya Swapraja Mangkunegaran.
Sejak saat itu Kabupaten Wonogiri mempunyai status seperti sekarang, dan masuk sebagai Kabupaten yang berada diwilayah Propinsi Jawa Tengah

KARANGANYAR

KARANGANYAR


Sejarah

Proses historis terbentuknya kabupaten karanganyar dimulai dari pemerintahan desa yanga kecil , yang terbentuk pada masa perjuangan raden mas said, pada tahun 1741-1757. Ketika itu raden mas said yang dikenal sebagai pangeran sambernyawa menjadikan beberapa daerah sebagai pusat perlawanan terhadap belanda. Daerah-daerah tersebut adalah daerah nglaroh. Daerah sembuyan, dan daerah matesih , yang selanjutnya menjadi titik sejarah dan awal dari proses pertumbuhan perintahan.

Berdasarkan staatsblad nomor 30 tahun 1847, tanggal 5 juni 1847, kabupaten anom(onderregent) karanganyar terbentuk , bersam-sama dengan dibentuknya 2 (dua) kabupaten anom lain , yaitu kabupaten anom wonogiri dan anom malangjiwan , yang berada dalam wilayah pemerintahan kadipaten mangkunagaran . Dalam pelaksaan pemerintahannya , pada setiap kabupaten anom , termasuk pada kabupaten anom karanganyar dibentuk kantor urusan pemerintahan , kantor urusan pengadilan, kantor urusan kepolisian , dan kantor urusan perkebunan.

Pada tahun 1917, dengan rijksblad mangkunegaran nomor 37 dibentuk 2 (dua) kabupaten , yaitu : kabupaten karanganyar dan kabupaten wonogiri . Dan pada tanggal 18 november 1917 , kanjeng gusti pangeran arya mangkunegara vii melantik krmt . Hardjo hasmoro sebagai bupati karanganyar.
Dalam kurun waktu tahun 1917-1930 di kabupaten karanganyar telah terjadi pergantian bupati sebanyak 2 (dua) kali, yang berarti dalam kurun waktu 1917-1930 tersebut, ada 3 (tiga) orang bupati yaitu krmt,hardjohasmoro,rmt.sarwoko mangoenkoesoemo , dan rmt .darko soegondo.
Berdasarkan rijksblad mangkunagaran nomor 10 tahun 1923 , kabupaten karanganyar dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah kawedanan, yaitu :
1.kawedanan karanganyar
2.kawedanan karangpandan
3.kawedanan jumapolo
dalam 3 (tiga) kawedanan tersebut terdapat 14 (empat belas) wilayah kapanewon/kecamatan , yaitu:
1.kapanewon karanganyar
2.kapanewon tasikmadu
3.kapanewon jaten
4.kapanewon kebakkramat
5.kapanewon mojogedhang
6.kapanewon karangpandan
7.kapanewon matesih
8.kapanewon tawangmangu
9.kapanewon ngargoyoso
10.kapanewon kerjo
11.kapanewon jumapolo
12.kapanewon tugu(sekarang jumantono)
13.kapanewon jatipuro
14.kapanewon jatiyoso

Setelah proklamasi kemerdekaan terjadi reorganisasi pemerintahan daerah di indonesia . Tiga kapanewon yang sebelumnya tidak termasuk wilayah kabupaten karanganyar, setelah proklamasi kemerdekaan dimasukkan ke dalam wilayah kabupaten karanganyar . Tiga kapanewon tersebut adalah kapanewon malangjiwan (sekarang kecamatan colomadu) , kapanewon kaliyoso (sekarang gondangrejo), dan kapanewon jenawi . Sejak saat itu maka wilayah kabupaten karnangayar menjadi 17 (tujuh bekas) kapanewon/kecamatan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses terbentuknya pemerntahan kabupaten karanganyar dimulai dari pemerintahan desa yang terbentuk pada masa perjuangan rm said (1941-1957) , kemudian dibentuknya kabupaten anom pada tanggal 5 juni 1847 , diikuti dengan dibentuknya kabupaten karanganyar pada tanggal 18 november 1917.
Dangan peraturan daerah tingkat ii karanganyar nomor 20 tahun 1998 tentang hari jadi jadi kabupaten karanganyar , maka hari jadi kabupaten karanganyar ditetapkan pada tanggal 18 november 1917.
PARIWISATA DI KARANGANYAR
1.      GUNUNG LAWU
Membicarakan tentang Gunung Lawu tentunya tak pernah bisa lepas dari cerita tentang tiga puncak yang dimilikinya, yakni puncak Hargo Dumilah, puncak Hargo Dalem, dan puncak Hargo Dumiling. Ketiga puncak Gunung Lawu tersebut menyimpan cerita dan misteri tersendiri. Cerita tersebut bermula pada jaman pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Pamungkas di Kerajaan Majapahit. Pada waktu itu istri Sang Prabu yang bernama Dara Petak melahirkan seorang putra yang bernama Raden Fatah.
Berbeda dengan ayahnya yang memeluk agama Buddha, setelah dewasa Raden Fatah memilih untuk memeluk agama Islam dan mendirikan kerajaan di Glagah Wangi (Demak). Melihat hal tersebut Sang Prabu menjadi gundah. Beliau pun melakukan meditasi guna memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa. Dalam semedinya Sang Prabu mendapatkan wangsit bahwa cahaya Kerajaan Majapahit akan memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke Kerajaan Demak.
Setelah mendapat wangsit tersebut Sang Prabu ditemani Sabdopalon bergegas meninggalkan keraton secara diam-diam menuju Gunung Lawu. Di tengah perjalanan menuju puncak mereka bertemu dengan dua kepala dusun yang bernama Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Kedua orang tersebut mengiringi langkah Sang Prabu menuju ke puncak Hargo Dalem. Sebelum moksa di Hargo Dalem, Sang Prabu mengangkat Dipa Menggala sebagai penguasa Gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib yang ada di daerah tersebut. Sedangkan Wangsa Menggala diangkat sebagai patih dengan gelar Kyai Jalak.
Singkat cerita Sang Prabu moksa di Hargo Dalem dan Sabdopalon moksa di Hargo Dumiling. Sedangkan Dipa Menggala dan Wangsa Menggala karena kesetiaan dan kesempurnaan ilmunya berubah menjadi mahluk gaib dan melaksanakan amanat Prabu hingga saat ini. Oleh karena itu, hingga saat ini Gunung Lawu menjadi salah satu tempat sakral dan pusat kegiatan spiritual di tanah Jawa. Gunung Lawu juga memiliki hubungan yang erat dengan tradisi budaya Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta.


Gunung dengan tinggi 3.265 m dpl ini mempunyai iklim subtropis. Pada siang hari bertemperatur sedang, pada malam hari menjadi dingin. Curah hujan sangat rendah dan semakin ke puncak iklimnya semakin kering. Gunung Lawu merupakan gunung yang bermedan terbuka dan minim pohon. Selepas Pos V, medan terbuka hanya ditumbuhi oleh rerumputan dan semak. Beberapa tumbuhan yang ada di Gunung ini adalah rumput ilalang, edelweis, pohon pinus, akasia, dan tanaman liar. Saat terbaik untuk melakukan pendakian ke puncak Gunung Lawu adalah pada saat malam atau dini hari ketika cuaca cerah di bulan Juni, Juli, atau Agustus.
Gunung yang terletak di arah timur laut Kota Solo ini terkenal memiliki pemandangan yang indah. Selain itu, ada beberapa obyek wisata yang cukup terkenal di lerengnya, seperti Telaga Sarangan dan Tawangmangu. Jika dilihat dari Kota Solo, gunung ini tampak seperti raksasa yang sedang tidur terlentang. Gunung Lawu sangat populer di Jawa karena keberadaanya yang terkait erat dengan Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta serta legenda dan mitos yang melingkupinya. Oleh karena itu, bagi para pendaki yang akan mendaki gunung ini harus menaati semua peraturan yang ada dan tidak boleh bertindak sembrono.
Setiap tanggal 1 Suro (kalender Jawa) banyak orang yang berbondong-bondong datang ke tempat ini untuk melakukan ritual Suran dan ngalap berkah atau sekedar berziarah. Mereka akan mengunjungi tempat-tempat yang dianggap keramat di gunung ini. Tempat-tempat tersebut antara lain: Goa Sikolong-kolong yang terletak tidak jauh dari Pos V jalur Cemoro Kandang, Kompleks Hargo Dalem, Sendang Drajat, dan petilasan Bung Karno. Oleh karena itu, janganlah heran jika suatu saat Anda berkesempatan mendaki Gunung Lawu, Anda akan bertemu orang-orang yang mendaki namun dengan perlengkapan dan peralatan yang sangat berbeda dengan pendaki pada umumnya. Sebab, tujuan utama mereka bukanlah mendaki melainkan berziarah ataupun bersemedi.
Di Gunung Lawu terdapat dua jalur utama pendakian, yakni jalur Cemoro Sewu dan jalur Cemoro Kandang. Keduanya hanya berjarak sekitar 200 meter. Jalur Cemoro Sewu adalah jalur hutan sama seperti jalur pendakian pada umumnya, dengan jalur ini Anda dapat mendaki ke puncak lebih cepat dibandingkan lewat jalur Cemoro Kandang. Sedangkan jalur Cemoro Kandang relatif lebih mudah dilalui karena jalurnya terbuat dari batu-batu yang sudah tertata rapi.
Keunikan Gunung Lawu yang lain adalah adanya kawah di bagian pinggang gunung dan bukan di daerah puncak. Kawah ini bisa dilihat dari jalan setapak rute Cemoro Kandang. Sedangkan di kawasan Hargo Dalem terdapat sebuah hamparan padang yang ditumbuhi perdu. Hamparan luas ini sering disebut sebagai alun-alun Hargo Dalem dan merupakan bekas kawah yang sudah mati, biasanya para pendaki mendirikan tenda atau mengadakan upacara di tempat ini. Di kawasan ini kita bisa melihat ke arah puncak maupun lembah dibawahnya. Sedangkan di puncak Hargo Dalem terdapat titik trianggulasi yang memungkinkan kita untuk melihat pemandangan yang sangat menawan. Selain menyaksikan matahari terbit kita dapat melihat puncak Gunung Merapi dan Merbabu di arah barat, dan di arah timur akan terlihat puncak Gunung Kelud, Gunung Butak, dan Gunung Wilis.
Di Gunung Lawu juga terdapat petugas yang menjaga kelestarian lingkungan serta membantu para pendaki yang memerlukan informasi tentang seluk beluk Gunung Lawu. Mereka biasa disebut sebagai Anak Gunung Lawu (AGL). Mereka adalah orang-orang yang memiliki kepedulian khusus terhadap konservasi alam, sekaligus sebagai pengelola gerbang pedakian. Jika terjadi kecelakaan atau ada pendaki yang tersesat dan hilang, dengan tanggap mereka akan segera mengkoordinir tim SAR untuk melakukan penyelamatan. Oleh karena itu, bisa dibilang sistem pendakian di Gunung Lawu sudah terorganisir dengan baik.
Gunung Lawu terletak di daerah perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Secara geografis termasuk dalam Kabupaten Karanganyar dan sebagian masuk dalam Kabupaten Magetan.
Untuk mendaki Gunung Lawu ada dua pilihan gerbang pendakian yang bisa Anda coba. Jika Anda berangkat dari arah Surabaya, Anda sebaiknya mendaki melalui Desa Cemoro Sewu yang terletak di Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa timur. Dari Surabaya Anda dapat menggunakan bus umum menuju Madiun, kemudian dilanjutkan ke Magetan. Dari Magetan Anda dapat naik colt jurusan Sarangan dan berhenti di Cemoro Sewu.Dari gerbang pendakian Cemoro Sewu Anda akan melawati 5 pos, yaitu: Pos I Wesen-wesen (2.203 m dpl), Pos II Watu Gedeg (2.589 m dpl), Pos II Watu Gede (2.787 m dpl), Pos IV Watu Kapur (3.099 m dpl), dan Pos V Jolo Tundo (3.177 m dpl). Sekitar 10 menit perjalanan dari pos V Anda akan sampai ke Sendang Drajat. Jika Anda tidak ingin bermalam di tempat ini Anda dapat berjalan terus melewati punggungan bukit. Setelah kurang lebih 30 menit perjalanan Anda akan menemukan pertigaan, yang ke kiri menuju puncak Hargo Dumilah (3.265 m dpl), sedangkan yang ke kanan menuju Hargo Dalem (3.148 m dpl).
Bagi Anda yang berangkat dari arah Yogyakarta dan Jawa Tengah, Anda dapat naik bis ke arah Solo. Dari Solo Anda melanjutkan perjalanan ke Tawangmangu, lalu naik colt jurusan Sarangan dan turun di Desa Cemoro Kandang. Jalur yang dimulai dari Desa Cemoro Kandang ini juga melewati 5 pos, yaitu: Pos I Taman Sari Bawah (2.237 m dpl), Pos II Taman Sari Atas (2.499 m dpl), Pos III Penggik (2.586 m dpl), Pos IV Cokrosuryo, dan Pos V Perapatan. Pos V merupakan satu-satunya pos di Cemoro Kandang yang tidak mempunyai bangunan pondok.
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendaki melalui jalur Cemoro Kandang sekitar 8-9 jam, dan untuk turun memerlukan waktu 5-6 jam. Sedangkan jalur Cemoro Sewu membutuhkan waktu 6-7 jam untuk mendaki, dan 4-5 jam untuk turun.






SUKOHARJO

SUKOHARJO

Kabupaten Sukoharjo, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah sekaligus masuk dalam Karisidenan Surakarta. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Sukoharjo sekitar 10 km sebelah selatan Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kota Surakarta  di utara, kabupaten Karanganyar  di timur, kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunung Kidul di selatan, serta Kabupaten Klaten di barat. Bengawan Solo membelah kabupaten ini menjadi dua bagian: Bagian utara pada umumnya merupakan dataran rendah dan bergelombang, sedang bagian selatan dataran tinggi dan pegunungan.
Sebagian daerah di perbatasan utara merupakan daerah perkembangan Kota Surakarta, mencakup kawasan Grogol dan Kartasura. Kartasura merupakan persimpangan jalur Solo-Yogyakarta dengan Solo-Semarang. Kabupaten Sukoharjo dilintasi jalur kereta api Solo-Wonogiri, yang dioperasikan kembali pada tahun 2004 setelah selama puluhan tahun tidak difungsikan.

SEJARAH
Pasca Perang Jawa (1825-1830), pemerintah Hindia-Belanda makin memperketat keamanan untuk mencegah terulangnya pemberontakan. Kondisi masyarakat Jawa yang semakin miskin mendorong terjadinya tindak kejahatan (pidana) di berbagai tempat. Menghadapi hal itu pemerintah kolonial menekan raja Surakarta dan Yogyakarta agar menerapkan hukum secara tegas. Salah satunya dengan membentuk lembaga hukum yang dilengkapi dengan berbagai pendukung. Di Kasunanan Surakarta dibentuk lembaga Pradata Gedhe, yakni pengadilan kerajaan yang menjadi pusat penyelesaian semua perkara. Lembaga ini dipimpin oleh Raden Adipati (Patih) di bawah pengawasan Residen Surakarta. Dalam pelaksanaannya, Pradata Gedhe mengalami kesulitan karena volume perkara yang sangat besar. Sunan Pakubuwono dan Residen Surakarta memandang perlu melimpahkan sebagian perkara kepada pemerintah daerah. Mereka sepakat membentuk pengadilan di tingkat kabupaten yang diberi nama Pradata Kabupaten.
Pada tanggal 16 Februari 1874, Sunan Pakubuwono IX dan Residen Surakarta, Keucheneus, membuat perjanjian pembentukan Pradata Kabupaten untuk wilayah Klaten, Boyolali, Ampel, Kartasura, Sragen dan Larangan. Surat perjanjian tersebut disahkan pada hari Kamis tanggal 7 Mei 1874, Staatsblad nomor 209. Pada Bab I surat perjanjian, tertulis sebagai berikut :
Ing Kabupaten Klaten, Ampel, Boyolali, Kartasura lan Sragen, apadene ing Kawedanan Larangan kadodokan pangadilan ingaranan Pradata Kabupaten. Kawedanan Larangan saikiki kadadekake kabupaten ingaranan Kabupaten Sukoharjo. (Di Kabupaten Klaten, Ampel, Boyolali, Kartasura dan Sragen, dan juga Kawedanan Larangan dibentuk pengadilan yang disebut Pradata Kabupaten. Kawedanan Larangan sekarang dijadikan kabupaten dengan nama Kabupaten Sukoharjo).
Berdasarkan surat perjanjian tersebut sekarang ditetapkan bahwa tanggal 7 Mei 1874 menjadi tanggal berdirinya Kabupaten Sukoharjo, yang sebelum itu bernama Kawedanan Larangan.
yang sebelum itu bernama Kawedanan Larangan. Dengan demikian pada tahun ini (2011) Kabupaten Sukoharjo sudah berusia 137 tahun.









WISATA KABUPATEN SUKOHARJO
 
Batu Seribu

Merupakan tempat rekreasi keluarga yang didalamnya terdapat sumber air yang lebih dikenal dengan nama panca warna mengandung unsur-unsur kimia yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit kulit. Terletak  di sebuah bukit kecil dengan pemandangan yang indah asri dan udara yang segar, terletak di Desa Gentan Kec. Bulu pada jalur jalan Nguter-Gentan, berjarak ± 13 km dari Kota Sukoharjo.  Fasilitas yang tersedia : Tempat parkir, MCK, warung makan, kios cinderamata, area tempat bermain anak-anak, panggung hiburan, kolam renang bertingkat, area perkemahan, gardu pandang.
 
Wisata Tirta Grogol Indah
Merupakan wisata tirta yang setiap periode tertentu diadakan lomba balap getek dan tangkap itik. Terletak di Desa Telukan dan Pondok, Grogol.
Fasilitas yang tersedia : Tempat parkir, MCK, Bebek air, Perahu dayung maupun bermesin, warung makan.
 
Pesanggrahan Langenharjo
Merupakan suatu pesanggrahan peninggalan Kraton Surakarta, dibangun oleh Raja Pakubuwono X dan dibagian belakang terdapat pemandian air panas, dahulu kala merupakan tempat meditasi dan liburan bagi keluarga raja. Obyek ini terletak di Desa Langenharjo, Kec. Grogol, berjarak 6 km dari Kota Solo kearah selatan.
Fasilitas yang terrsedia : Tempat parkir, MCK, pemandian air panas
 
Makam Balakan
Makam keturunan Raja Brawijaya sangat dikeramatkan oleh masyarakat sekitar, pada malam Selasa Kliwon banyak dikunjungi para peziarah. Terletak di Desa Balakan (Mertan), Kec. Bendasari.
 
Situs Kraton Kartosuro
Terletak di Kelurahan Kartosuro, Kec. Kartosuro, berjarak 25 km dari Kota Sukoharjo kearah barat. Kini Kraton Kartosuro tinggal bekasnya saja, dengan pagar tembok/beteng dari batu bata setebal 2-3 meter dan tinggi kurang lebih 3 meter. Peninggalan (petilasan) yang membuktikan keberadaan Kraton Kartasura, antara lain: Alun-alun, Kolam Segaran (sekarang menjadi lapangan), Gedong obat (dahulu gudang mesiu), Tembok berlubang akibat geger Pacinan, Sumur Madusaka yang digunakan untuk memandikan pusaka-pusaka kerajaan, Makam Bray. Sedah Mirah, masjid yang dibangun Sunan Paku Buwono II. Peninggalan-peninggalan lain adalah Genthong batu, Yoni, Lingga, Masjid Zaman Pakubuwana X serta tombak Kyai Jangkung dan Tombak Kyai Slamet
 
Pandawa Water World
Pandawa Water World (PWW)  adalah daya tarik wisata  yang berlokasi  di Kawasan Solo Baru,  Kab. Sukoharjo,  hanya 1 km dari Kota Solo  ke arah Selatan. Sesuai namanya, Pandawa Water World, tokoh Pandawa Lima diabadikan di sana. Gaya arsitektur bangunan  tempat wisata air ini   merupakan  perpaduan antara unsur modern dan tradisonal.  Pengunjung tak sekadar bermain dalam dunia air, tetapi melakukan apresiasi terhadap dunia pewayangan. Berbagai fasilitas wisata air seperti kolam renang,  surving boogie, lazy river, Bungy Tower dll terdsedia di PWW.
 
Keunikan Seni Budaya
· Upacara Ritual Pulung Langse, merupakan tradisi adat Jawa yang dilaksanakan sejak jaman dahulu
·Tarian Langenharjo, tarian khas Jawa yang dipagelarkan di Pesanggrahan langenharjo.  
Cinderamata
Gamelan jawa, seperangkat alat musik berupa gamelan (pelog dan slendro ) yang berpusat di Desa Wirun.
Kerajinan Rotan, produknya berbagai macam, seperti kursi, kap lampu, tempat Koran  berpussat di Desa Trangsan, Kec. Gatak.
Kerajinan Tatah Sungging, hasil karya seni berupa wayang kulit, di Desa Madegondo dan Desa Telukan